A Cat in My Eyes | Fahd Djibran

Sebenarnya ditujukan untuk ikut reviewnya Fahd, tapi beberapa hari kemarin waktu tidak mengijinkan. Karena terlanjur udah ada di kepala jadi mending ditulis aja. Hitung-hitung amal di tahun baru Hijriyah, supaya bukunya si Fahd lebih laku ;-)

A Cat in My Eyes
Buku ini booming semula masih dikalangan terbatas, yaitu yang memang suka berburu buku dengan kategori apapun yang penting isinya memikat dan berkualitas. Terutama para blogger, writer wannabe, fans-nya Dee, dan teman-temannya (Hehehe, peace Fahd). Fahd Djibran memang belum seterkenal Dee, Raditya Dika, Andrea Hirata, Ayu Lestari, atau Djenar Mahesa Ayu. Tapi untuk penulis muda, mungkin dia satu-satunya penulis jalur kontemplatif berbakat dari kaum Adam. Kecuali buku saya suatu saat terbit :-)

Tapi dengan kualitas-kualitas tulisannya bukan tidak mungkin suatu saat Fahd Gibran bisa disejajarkan dengan Dee atawa Andrea Hirata. Tinggal menunggu waktu. Menunggu Fahd menulis masterpiece yang lebih bisa dinikmati pasar secara umum atau menunggu pasar bisa menikmati tulisan berkualitas yang berbeda dengan novel-novel pop best seller yang sekarang berderet di rak-rak depan Gramedia. Dan sepertinya sekarang waktu berpihak padanya ;-p

Di saat rata-rata penulis muda laki-laki lebih cenderung bergaya pop atau humor (macam Laskar Pelangi, Kambing Jantan, Gajah Mada), Fahd berani mengambil jalur kontemplatif (renungan), jalur yang biasanya diambil female writer atau penulis laki-laki yang lebih dewasa (saya tetap suka Darmanto Jatman untuk jalur ini). Meski warna tulisan Dee dan Andrea Hirata masih terasa mempengaruhi tapi Fahd mempunyai gaya bertutur sendiri yang tidak bisa disamakan. Mungkin pengaruh nama Djibran yang mirip Kahlil Gibran juga menjadi satu hal yang mendorong Fahd menulis di jalur ini (Hahaha, analisa ngawur dan tanpa dasar theori)

A Cat in My Eyes, yang diterbitkan oleh GagasMedia, bertutur dari sudut pandang seseorang bernama Zira tentang bagaimana seseorang tumbuh dan mengenal dunia. Mencoba mengartikan setiap matrix, memahami pola, menambahkan perspektif dan menemukan definisi sendiri. Melihat dari mata kucing yang selalu bertanya. Bahwa cinta bukan melulu apa yang diceritakan novel pop remaja terbitan GagasMedia, cantik bukan melulu apa yang digambarkan majalan Popular, waktu tidak selalu terkait dengan meja mesin waktu Doraemon.

Perspektif yang berbeda tentang suatu hal dari masalah cinta, hidup, waktu, keluarga, definisi cantik disajikan secara sketsa-sketsa pendek dengan ritmik. Dan menjadi suatu rangkaian cerita yang menurut Fahd seperti menyusun kepingan Puzzle untuk melihat apa yang sebenarnya ingin digambarkan. Hasilnya tanpa terasa anda akan dibawa ke halaman terakhir dan pingin nambah lagi. Dan yang masih addicted, untuk sketsa tambahan Fahd menyediakan secara gratis di http://www.ruangtengah.co.nr

Terlepas dari foto dirinya yang innocent dan selalu terlihat ceria (peace ;-p), dalam A Cat in My Eyes Fahd menuliskan hidup dan cinta secara mendalam. Beberapa kisah dan fabel serta cerita sehari-hari menjadi ilustrasi yang memberikan makna yang bersayap. Semuanya disampaikan dengan mengalir dan tidak membosankan.

Tidak heran, buku ini dipajang di rak paling depan buku baru di Gramedia. Dan sepertinya akan bergerak naik mengejar buku Andrea Hirata.

Kesimpulan : A book worth to read, dan tidak mahal ;-p
Keyword : A Cat in My Eyes, Fahd Djibran
Related link :
www.ruangtengah.co.nr
www.kandangagas.blogspot.com