Tuesday, September 23, 2008
Jogja - After 5 years
Hari ketiga di - "Jogjaa" (diucapkan seperti iklan)
Ini tugas bela negara tahap kedua. Kalau bulan lalu tentang perubahan iklim, menjadi pejuang lokal dadakan melawan ancaman Global Warming dan Ice Age, kali ini project CSR (Corporate Social Responsibility) membantu Yayasan dalam sebuah project memerangi Demam Berdarah Dengue, meski sekedar urun konsep. Sungguh DBD ternyata penyakit yang mengerikan. Mortalitas diatas 1% menjadikannya salah satu penyakit paling mematikan di Indonesia.
Hihihi
Kalau dipikir-pikir, pekerjaan ini unik juga. Dari implementasi strategic initiatives Six Sigma, sosialisasi perubahan iklim dan pemanasan global, inisiasi bisnis baru, hingga dokumentasi desain proses project penanganan penyakit berbahaya. So much to do in only nearly one year. So much place to visit. So much people to meet. Kadang menyenangkan, tapi kadang juga melelahkan. Kerinduan kepada Alya terutama yang menjadi satu hal yang memberatkan.
Jogja semakin komersial. Tenant tumbuh dimana-mana. Warung makanan gaul, toko batik, toko peralatan gunung berderet-deret memenuhi jalan utama. Yang luar biasanya harga makanannya masih diskon 50% dibandingkan Jakarta (Drink in Coffee Bean Rp 12.000,-. Iga bakar Rp 8.000). Papan-papan iklan, media luar ruang, spanduk kegiatan memenuhi ruas-ruas Jalanan utama. Udara Jogja benar-benar laku dijual. Tidak banyak space kosong tanpa advertising. Potret umum dari nasib kota-kota wisata di Indonesia. Bandung, Malang, Yogya benar-benar dimanfaatkan sebagai slot iklan. Majalah tiga dimensi.
Wisata iklan.
Potret kota pelajar masih terlihat dengan jelas. Mahasiswa ada dimana-mana. Di sekitar kampus MM UGM didominasi mahasiswa yang doyan bawa buku tebal dan laptop kemana-mana. Di pinggir jalan gerombolan motor terdiri dari beberapa pasangan nampak berseliweran sambil ngabuburit menunggu buka puasa. Wajah-wajah Sheila on Seven yang Duta wanna be (you know lah, what ever they wanna be they will not looked metro, but still reflect those "look" hihihi) tersebar di setiap penjuru kota.
Yeah - it's a life path put me here again after 5 years
This city is still offers great experience, but you will not sense the slow pace anymore
It speeding up, to be more metro, to be more urban, to be more Jakarta
Hopefully not to be loosing it's identity
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment