Sometime we heard people so confidence about describing their character. Labelling them self and ask others to treat them as their label. Sometime we also do, give a price tag to ourself.
Limiting what kind of human we are...
Jika anda masih berpikir bahwa anda seorang Melankolis Plegmatis berarti anda sudah jadi korban ;-p
Menarik memang bagaimana kadang-kadang seseorang bisa terkotak dalam sebuah label yang dipasang oleh dirinya sendiri. Label yang justru membatasi pikiran untuk berkembang, menguatkan sifat buruk dan memberikan alasan untuk tidak mencoba sesuatu yang baru. Apalagi diperkuat dengan buku-buku yang memberikan bukti untuk itu.
Memang buku buku mengenai psikology praktis sempat menjadi booming di penghujung tahun 2000. Buku-buku tentang pengenalan kepribadian, pengembangan karakter dan bahasa tubuh memenuhi rak-rak buku best seller di Gramedia. Bahkan sampai sekarang dengan sekuel-sekuel untuk setiap kategori umur. Beberapa orang dapat berkembang dengan membaca buku-buku itu, tapi beberapa yang tidak beruntung berakhir pada kesimpulan yang justru membatasi karakter diri sendiri.
Mungkin beberapa percakapan ini bisa lebih dipahami ;-p :
Budi : "Kamu kan tahu aku ini Scorpio, dan kamu tahu Scorpio itu sukar memaafkan kalo tersinggung. Seharusnya kan kamu sebagai Scorpio bisa lebih ngerti dong"
Ibu Budi : "Saya ini orangnya Melankolis jeng. Kalo denger berita sedih saya ikut sedih. Kepikiran terus, gak bisa tidur. Moodnya gak enak terus bawaannya. Apalagi krisis kayak gini"
Bapak Budi :" Yah gimana lagi pak. Saya ini introvert, kalo disuruh jadi Ketua RT nanti saya gak bisa ngomong di depan orang ya saya malu."
Mbah Budi : "Anda ini wetonnya Rebo Paing. Anda tidak cocok bekerja di Tanah, gak cocok jadi tukang gali sumur. Anda cocoknya di Air, jadi tukang jual air".
Hahaha, such a label.
Personality Plus - Buku label terbanyak makan korban
Salah satu buku yang paling banyak memakan korban untuk labelisasi diri adalah Personality Plus dari Florence Littauer. Buku ini sempat benar-benar booming dan jadi kurikulum wajib untuk pengembangan kepribadian di organisasi kemahasiswaan beberapa tahun yang lalu. Tiba-tiba kelas pelatihan itu terbagi menjadi 4 kelompok yang semakin menunjukkan keunikan masing-masing. Kalo tidak salah ingat dulu pembagiannya seperti ini :
1. Sanguinis Populer
Orang-orang yang suka tampil, gaul, selalu menjadi pusat perhatian di sebuah forum. Humor yang kuat, kadang gak lucu tapi nekat. Diwakili oleh Juned. Sekarang jadi mantan dosen yang pernah mewajibkan ruangan kelas dibagi menjadi kanan untuk mahasiswa dan kiri untuk mahasiswi
2. Koleris Kuat
Orang-orang yang cenderung memimpin, dominan, dan selalu ingin mengarahkan. Diwakili oleh Syarifa, sekarang sudah jadi Ibu Rumah Tangga yang baik hati.
3. Melankolis Sempurna
Orang-orang yang selalu sok kelihatan sedih, misterius, pikirannya ruwet dan perfeksionis. Berjiwa seni, musikal dan teaterikal. Diwakili oleh saya tujuh tahun yang lalu ;-p
4. Plegmatis Damai
Orang-orang yang menikmati hidup, menerima keadaan, menghindari konflik dan menjalankan hidup apa adanya. Diwakili oleh Ibus, sekarang jadi aktivis PKS.
Dan waktu itu, tujuh tahun yang lalu dengan bangga aku menjadi orang paling Melankolis di kelas itu. Langsung jadi sering bermain gitar sendirian di malam dingin penuh salju, menulis puisi di papan pengumuman, menyendiri seperti makhluk asing di keramaian dan lagu Kosong-nya dewa menjadi lagu wajib. Hahaha, what a victom
Human, are actually a liquid species. What we are, actually decided by our self. Ketika mencoba mengisi kembali kuesioner itu hasilnya sudah jauh berbeda. We are changing. Begitu juga dengan orang-orang yang dulu menjadi representatif karakter itu, mereka sudah berkembang berbeda dengan apa label mereka saat itu. Belajar psikologi praktis bukanlah untuk mengetahui kotak dimana seseorang berada tapi justru untuk berani keluar dan mengambil komposisi terbaik dari karakter-karakter itu.
Teorinya sih, Hahaha
They say our life is a canvas
And our mind is a colorful palettes
And our soul is a set of brushes
So the question is :
"What would you paint?"
aku juga baca buku yang personality plus itu :)
ReplyDeleteSetelah membaca artikel anda, rasanya saya mendapatkan sebuah titik pencerahan...Ya baru kemarin saya menasbihkan diri saya sebagai seorang yang "melankolis", karena wajah dan perasaan saya mencerminkan semua itu ^_^, tapi memang benar "melankolis" itu mungkin hanya label yg orang lain berikan atau malah saya sendiri yg telah memberikan anggapan itu.
ReplyDeleteYes time is changing, so me too...
Yes, I'll paint what I want to paint, coz we are born like a white and blank canvass ... right?
Lam Kenal,
aku mau melukis pelangi biar hidup lebih berwarna bukan hanya hitam dan putih;))
ReplyDelete