Pergi ke Belitung memberikan aku banyak hal. Pertama, bahwa alam masih menyimpan sejuta rahasia untuk dibuka, aku masih setitik semut yang sudah lelah dan bangga ketika berhasil berjalan melintasi meja makan. Kedua, perjalanan ke situs Laskar Pelangi - Tanjong Pandan, Tanjung Binga, Penambang Pasir, Kelapa Sawit - membuat racun Andrea Hirata lebih merasuk dalam pemikiranku. Bahwa tidak ada mozaik dalam kehidupan yang terjadi secara kebetulan, bahwa hidup ini masih panjang untuk berhenti dalam sebuah cangkang siput emas, bahwa dunia masih luas untuk dijelajahi dengan niat yang keras, bahwa kecerdasan manusia memungkinkan untuk tidak terbatas.
Dan ketiga, ada satu titik dimana jiwaku jatuh di ekuilibrium, titik dimana ekspektasi bertemu dengan realitas. Tidak akan ada pekerjaan yang mudah, tidak akan ada uang halal yang cepat untuk didapat. Hukum ekonomipun berlaku untuk rezeki yang halal (tidak untuk koruptor sepertinya). No gain without pain.
Entah Andrea Hirata sedang trance, entah novel itu hiperbolic, entah aku orang yang terlalu banyak berkhayal tapi satu hal bahwa memang di siklus ini aku harus bercermin kembali. Ini bukan cangkang emas dimana aku menjadi raja kecil, bukan aquarium dimana aku telah menjadi yang tercepat, bukan kolam ikan yang tanpa predator.
Ini samudra baru, dengan langit yang penuh misteri.
No comments:
Post a Comment