Bagiku kesetiaan itu adalah mempertahankan apa yang aku yakini, apakah itu prinsip, nilai, hobby, teman, terutama cinta. Kesetiaan untuk cinta lebih kepada mempertahankan janji yang telah diikrarkan. Untuk bertahan meski kadang hilang rasa, berubah menjadi kebencian sesaat, ketidakpercayaan, ataupun menghadapi seseorang yang baru yang aku rasa lebih baik untuk mendampingiku selamanya. Aku bilang itu kesetiaan, orang-orang bilang itu bodoh.
Bicara tentang kesetiaan di jaman ini seperti bicara sesuatu yang langka. Bahkan untuk pernikahan, seperti hanya janji untuk mendapatkan malam pertama, yang nanti dengan mudah diingkari bila kondisi yang menyenangkan telah berubah. Entah apa yang berubah, apakah nilai universal sudah bergeser atau memang itu yang sebenarnya benar.
Aku teringat akan cerita tentang istri simpanan yang cantik. Yang menjalin cinta dengan seseorang yang sempurna, bersedia menikahinya meski mengerti akan statusnya, tapi pada akhirnya ia tetap setia dengan pria yang menjadikannya istri simpanan (Aku baca kisah ini di buku Ditunggui Naga, Darmanto Jatman). Kesetiaan bukan untuk pria tersebut, tapi kesetiaan hanya untuk tetap setia.
Seperti cerita Rana yang setia pada suaminya, meski cintanya untuk Ferre. Atau kesetiaan para Nahdliyin untuk Gusdur. Atau kesetiaanku.
hello.. interesting p0st u g0t there.. just n0ticed ur c0mment f0r ma bl0g, yea.. ma retina's n0t reallie w0rking. triple 0ne is basically a scho0l crush... haha... masih tidak tahu namanya!
ReplyDeleteDefinisi “kesetiaan”-mu membuatku berpikir karena agak menggelikan. Substansinya, kesetiaan adalah konsekwensi logis dari iklas, sedangkan keiklasan itu representasi tertinggi (wujud) dari cinta, jadi flownya begini:
ReplyDeleteCinta - Ikhlas - Setia
Cinta yang membuat kita ikhlas untuk tetap setia, secara tidak langsung, cinta adalah landasan untuk bisa setia.
Seperti cinta hamba pada Rabbnya(Allah), yg menjadikannya ikhlas untuk melaksanakan perintahnya dan pada akhirnya setia untuk menjadikan Allah satu2nya rabb dihatinya,namun ketika ada cinta kepada rabb yg lain (selain Allah), (meskipun dia memilih untuk tetap dalam islam /setia versi-mu), sebenarnya saat itulah terjadi pengingkaran terhadap kesetiaan (karena cintanya kepada Allah telah berpaling) yg kemudian kita menyebutnya syirik (dosa besar yg tidak terampuni). Sama seperti ketika ada perempuan lain yg kamu cintai dan dianggap lebih baik untuk menjadi pendampingmu (meskipun kamu memilih untuk setia versi-mu).
Tidak heran jika kemudian keputusanmu itu ditertawakan oleh orang2/teman2mu, karena hal yang baru saja kamu lakukan (setia versi-mu) itu bukanlah kesetiaan, tapi kebodohan karena ketidakberanianmu memperjuangkan cintamu.
Mungkin tulisanmu tentang “kesetiaan”-mu, terbaca sangat “wah,gagah dan diawang-awang” (seperti keinginanmu untuk di-citrakan orang) mungkin, bagi mereka yang berpikir instant, bukan substansial.
Tentang kesetiaan warga NU kepada Gusdur, itu didasari kecintaan mereka yang menganggap Gusdur adalah wali (utusan selain Nabi), Gusdur sudah mendarah daging bagi mereka, karena kecintaan, bukan karena untuk kata2kesetiaan. Sedangkan tentang istri simpanan aku tidak berpendapat karena banyak hal2materi/duniawi yg kadang bisa menjadikannya alasan, tapi tentu ada diantaranya karena cinta yang menjadikan mereka setia menjadi simpanan walau dicemooh orang.
Tentang kesetiaan-mu, kesetiaan untuk tetap setia, adalah kesia-siaan karena tidak akan mendapatkan apa-apa, sesuatu yg tidak berasal dari cinta tidak akan membuahkan cinta.